Johnny dan Johnny
Di kota yang mempunyai banyak cerita di setiap
sudutnya, mempunyai nilai kenangan bagi penghuninya, dan selalu menjadi kota
ternyaman untuk banyak orang melepas penat dari ibu kota, menjadi saksi bisu
atas kisah perjalanan muda-mudi disana menggoreskan tinta hitam, merah, kuning,
hijau dan warna lainnya di kanvas hidupnya.
~~~
Kalian punya 1 teman yang selalu ada di sepanjang
kisah hidup kalian? Mulai dari TK? SD? SMP? SMA? atau baru bertemu di kehidupan
setelah lulus sekolah?
Aku ada.
Aku dengan-nya berteman sedari kami SMP. Saat itu aku
menginjak kelas 7 dan dia kelas 9.
Kami sempat menjalin hubungan lebih dari teman di umur
itu, namun Johnny menolak ku karena katanya aku masih belum terlalu dewasa
untuknya.
Aku sedih. Ditambah lagi aku langsung mendengar rumor
bahwa dia dekat dengan sahabatku yang bernama Casey.
Ketika aku kelas naik ke kelas 10, aku memberinya
ucapan ulang tahun dan surprisingly dia mengajakku untuk menonton bioskop dang
hangout berdua.
Dan mulai dari situ, hubungan kami membaik dan kami
sempat beberapa bulan PDKT. Namun, hubungan kami tidak sampai tahap pacaran
karena kami sepakat untuk berteman baik saja.
Sampai saat ini, aku berada di bangku
kuliah semester 3 dan dia berada di semester 7 masih sering bertemu dan
berkunjung kerumah satu sama lain melakukan hal-hal lainnya seperti bermain
sepeda, hunting bubur ketika pagi hari, menemani satu sama lain ketika film
favorite kami rilis dan tidak ada teman menonton, mengantar jemput ku ketika
aku tidak membawa motor, hingga berkunjung kerumah satu sama lain jika orang
tua kami sibuk.
~~~
“Lah gajadi ikut futsal lo? Gue tebak pasti gabawa
helm” tanya Elio. Pasalnya, temannya ini seringkali lupa membawa alat keamanan
terpentingnya di jalanan.
“Sembarang lo. Tadi temen gue minjem helm gue, tapi
dia taruh helmnya di motor dia. Gue males banget sumpah ambilnya. Parkiran
motor gedung F jauh banget kaya di Himalaya.” sanggah Johnny tak terima karena
ucapan Elio.
“Temen lo ada yang anak sana ga? Nitip aja tuh ke dia
suruh bawa ke kantin” usul Elio sembari menikmati gorengan Johnny yang ia
dapatkan dengan cara mencuri.
“Oh iya! Kan Adis hari ini ada kelas disana, bentar ya
gue telfon dulu.”
“Halo? Kenapa John?”
Syukurlah Adis langsung menjawab panggilan telepon
dari Johnny dalam waktu singkat.
“Dis, helm gue ada di motornya Agus, dia parkir di
gedung F, please Dis tolong ambiln ya
Dis bawain ke kantin. Nasi goreng seafood
buat lo nanti I promise. Cepetan
ya Dis gue butuh banget soalnya.” Sedikit drama dan memaksa memang.
“Motor yang mana ya Pak Johhny? Bapak kira saya ini Chat GPT yang bisa tau semuanya?” Sarkas
Adis. Tak lupa juga Adis mengeluarkan senyum palsu yang meskipun tidak bisa
dilihat oleh orang yang ada di sebrang sana.
“Hehe sorry,
dia parkirnya di sebelah tiang listrik deket tiang lampu yang mati sebelah itu,
Dis. Scoopy sport warna biru plat belakangnya HCN, Dis.”
“Yaudah bentar nanti gue bawain, awas ya kalo ga ada
nasi goreng seafoodnya” ancam Adis.
Setelah mendapatkan helm Johnny dan memberikannya
kepada temannya itu, mata Adis terlihat tidak berkedip dan tubuh kaku tidak
bergerak.
"Woi! Lihatnya biasa saja, Dis. Nanti orangnya
salting" teriak Johnny sembari menggoyangkan tangan Adis menyadarkannya.
"Hehe, nih helm lo, John. Lain kali suruh taruh
di penitipan helm aja. Biar lo ga minta gue buat muterin kampus nyari lo buat
balikin helm"
"Iya bawel. Thanks ya udah mau ambilin
helmnya".
"It's okay,
gue balik dulu ya, John" pamitnya sembari melakukan high-five ala-ala anak
tongkrongan.
"Oke, Dis. Hati-hati ya. Once again, thank you so much Gabrielle Adisty. Salam buat Regina
ya, Dis! ". Balas Johnny sembari membalas high-five juga.
Regina. Sahabat Adis di kelas yang bertemu sedari hari
pertama kami ospek. Wanita yang sering muncul di insta-story Adis sehingga
menarik perhatian Johnny yang baru saja putus dengan mantannya itu.
Setelah berpamitan dengan Johnny, tak lupa juga ia
pamit dengan Sean dan Aldo yang juga berada di meja kantin yang sama dengan
Johnny. Hanya saja, ia tidak melakukan high-five. Adis hanya melambaikan
tangannya sambil menyebut nama mereka, lalu berbalik badan menuju gerbang
kampus tanpa berpamitan kepada pria yang di awal datang tadi terus
diperhatikannya. Karelio Kavindra.
~
"Adis! Lo dimana? Gue di kantin nih, dosennya
tiba-tiba pulang katanya anaknya demam harus ke dokter. Kelas lo hari ini mulai
jam 8, kan? Temenin gue dong sini" suara Johnny terdengar cukup nyaring
lewat panggilan yang baru saja kuangkat.
"Eh lo dimana, John? Gue lagi rapat nih buat
acara bulan depan. Lo mau nungguin gue gak? Sebentar lagi paling. Soalnya temen
gue lagi gak enak badan.”
"Gapapa Dis. Lo mau pesan apa? Sekalian pesan
sini biar lo ga lama nunggunya."
"Hahaha tau aja lo kalo abis rapat enaknya
ditraktir makan. Samain kaya lo aja John. Thank you ya"
"I have
known you since you 7th grade, Dis. Kegiatan lo ga pernah berubah dari
dulu. Selalu sok sibuk. Gue pesenin lo nasi goreng aja ya? ga pedes dan gapake
daun bawang?" Tanya Johnny.
Ngomong-ngomong tentang sok sibuk, Johnny
sangat-sangat berjasa dalam seluruh kegiatan yang aku ikuti didalam hidupku.
Pasalnya, teman ku ini selalu bisa diandalkan ketika aku dihadapkan dengan
kejadian-kejadian menyebalkan dalam organisasi. Johnny pintar, ia gampang
bergaul, mempunyai pikiran kritis dan juga tidak takut apapun. Berulang kali
aku mengajak Johnny untuk bergabung, namun ia selalu menjawab “Gamau, Dis.
Nanti waktu gue buat cuddle sama si Jahe berkurang.”
Jahe. Makhluk coklat putih kesayangan Johnny. Ketika
manusia-manusia berpikir keras menamakan peliharannya dengan nama yang keren,
Johnny menamakannya dengan bumbu dapur seperti itu. Dinamakan Jahe karena induknya melahirkan Jahe di dekat
tanah kotor, sehingga seperti Jahe yang baru saja dicabut dari tanah. Penuh
tanah.
"Hahaha thanks bro. Lo emang paling bisa
diandelin. Gue matiin ya, John. Gaenak sama yang lain."
"Oke, Dis. See
you". Setelah itu aku matikan telfon ku dan kembali ke ruangan rapat.
Inilah yang ku suka dari berteman dengan Johnny. Ia
selalu membalas pertolongan ku dengan hal yang tidak akan bisa ku tolak.
Makanan. Hahaha siapa yang tega menolak hidangan hangat dan gurih seperti itu
dikala penatnya isi kepala sehabis rapat?
__
"Kak Luna, pulang sendiri, Kak? Kakak badannya
panas banget tapi masih maksain rapat. Istirahat aja harusnya Kak." Ucap
ku bertanya kepada Kak Luna ketika kami hendak berpamitan
Kak Luna adalah salah satu mahasiswa terpandang. Ia
berprestasi dan mempunyai paras bak Irene Red Velvet. Sungguh. Tidak ada yang tidak
menyukainya di kampus ini.
"Santai aja, Dis. Aku dijemput temenku Kok. All
good. Thanks for your caring Adis". Jawab Kak Luna.
Aku menghela nafas lalu menganggukan kepalaku sembari
berpamitan menuju kantin.
Sesampainya di kantin aku mengedarkan pandanganku pada
seisi kantin untuk mencari sosok bernama Johnny. Dan ketemu. Selalu dia duduk
di tempat paling pojok dekat lapangan basket supaya ia bisa merokok sehabis
makan (katanya).
Ketika aku duduk sampingnya, ia sedang melakukan
panggilan telfon dengan seseorang. Aku tidak mengambil pusing, aku langsung
menyantap nasi goreng di hadapanku dengan lahap.
"Dis, tadi Aldo nelfon, dia ngajak main Billiard.
Lo mau ikut gak? Ada gue, Aldo, Sean,
Jia, Elio, sama 2 temennya Aldo.” Tanya Johnny. Aku berdiam sebentar berpikir
sambil masih mengunyah nasi goreng didepanku.
"Gamau ah, lo aja. Gue cuma kenal Aldo sama Sean.
Takut awkward." Jawab ku.
"Oh yauda, nanti lo gue anter balik dulu deh.”
Ini juga bentuk perhatian Johnny yang selalu aku suka.
Pernah sekali aku harus pulang larut ketika hujan deras dan aku tidak bisa
mendapatkan ojol untuk mengantarku pulang. Johnny menelfon ku karena aplikasi
Zenly ku berada lumayan jauh dari rumah dalam keadaan hujan dan tengah malam.
Johnny langsung mengalihkan dengan panggilan video seraya menancap gas untuk
menjemputku pulang.
"Hehe. Ayo, John. Gue udah selesai makan. Lo udah
ditungguin kan?" Tanya ku kepada Johnny
"Hah? Engga, Dis. Aldo, Sean sama Elio masih
kelas. Jam 9 mungkin mereka baru keluar."
"John! Kok lo ga bilang sih? Gue kira buru-buru
ditungguin, gue udah makan ngebut" ucapku bersungut-sungut pada Johnny.
"Lah salah elo! Siapa suruh mengasumsikan
semuanya sendirian. Makanya lain kali kalau gatau tuh tanya." Balas
Johnny.
"Ya Kan gue malu, sok mau tau banget nanti
jatohnya" ucapku dengan perlahan karena bagaimanapun juga ini salahku
tidak menanyakannya kepada Johnny terlebih dahulu.
"Buset - buset, emang dasar cewe ya suka overthinking, overnight, overall"
“Ah lebay Lo John!”
Percakapan kami berhenti dan dia mulai membukanya
dengan pertanyaan berhubungan dengan nama yang akhir-akhir ini keluar dari
mulutnya.
“Regina cantik ya, Dis? Udah punya cowo belum sih
dia?”
“Belum sih katanya, tapi dia sama kayak lo. Suka jadi
asrama cowo tuh isi hp nya”
“Oh, ya wajar sih orang cantik. Ah tapi cantikan loh
kok, Dis. Tenang aja”
Aku hanya meliriknya dengan ekspresi cringe. Lalu kami
berjalan menuju parkiran.
“By the way Regina mana dia? Ga ada kelas kah?”
Si pria buaya ini pun terus membuka topik tentang gadis
incarannya (yang kesekian)
“Ini kan bukan hari kuliah gue John. Hari libur ini
harusnya, jadi Regina otomatis ga ada kelas juga. Mau gue suruh kesini?”
“Eh jangan dong, rumah dia jauh banget kasian nanti
princess gue kecapean, Dis.” sambil memasang ekspresi dramatisnya itu dan
memegang dadanya penuh drama.
“Ya lo jemput lah John? Masa lo suruh anak orang
jalan?” Ucapku setengah tidak percaya
“Ga ah,Dis. Belum siap ketemu calon mertua.”
Aku langsung memasang ekspresi mual-mual lalu memukul
pundaknya menggunakan botol air kemasan mendengar ucapannya. Sekarang giliranku
untuk membuka pertanyaan.
“Temen lo kemarin siapa namanya John? Cakep. Gue suka.”
“Dis, for the
sake of God, kenapa sih lo sukanya cowo orang terus?”
“Yah, dia udah sold
out, John?”
“Ya menurut lo?”
Aku dan Johnny saat ini sedang berada di parkiran, dan
sesuai janjinya ia mengantarkan ku pulang sebelum dia bermain futsal.
Panjang umur. Diperjalanan menuju parkiran aku
memusatkan pandangan ku pada sosok yang menarik perhatian ku. Karelio dan Luna.
Johnny yang notabenya temannya menghampiri mereka seraya menyapa. Aku bingung.
Diantara senang bertemu dengan Karelio atau harus bersedih lantaran bertemu
Karelio bersanding dengan wanita yang paling dipuja 1 kampus.
Johnny menanyakan keadaan Luna dan berbincang sedikit
sebelum kami berpamitan. Karelio terlihat sangat perhatian pada Luna. Kutebak,
wanita yang dimaksud Johnny tadi adalah Luna.
Disepanjang jalan aku hanya diam. Johnny pun tidak
bertanya apa-apa sehingga aku tidak harus mengeluarkan suaraku
Ropang 127. Menjual pisang bakar, roti bakar, Indomie
dll.
"Kok kesini, John? Gajadi futsal lo?"
"Gue kasian muka lo melas banget sumpah. Kaya
gembel. Mana diem mulu lo pejabat kalo ditanya kemana uang proyek."
"Heh ngaca! Lo juga diem mulu kaya polisi tidur."
"Yaudah mau mesen apa?
"Terserah"
"Please Adis jangan jadi nyebel kaya cewe."
"Jadi gue bukan cewe?!"
"Gatau ah serba salah terus gue”
Johnny mungkin mengerti kesedihanku. Dilubuk hatiku
pun juga aku sedikit galau. Lantaran belakangan ini aku sering mencari tahu
tentang latar Karelio. Tentu tanpa sepengetahuan Johnny.
“Dis, lo galau ya liat Elio sama Luna? Udahlah, Dis.
Lo jelek kalo diem terus kaya patung Sudirman. BTW make-up lo hari ini waterproof gak? Nanti kaya yang
dulu-dulu. Langsung beda warna muka lo.”
“John! Please gue lagi butuh waktu jangan bully gue
sekarang. Lagian gue gapake bedak hari ini.”
“Yauda nih roti bakar nutella pake keju setengah buat
lo. Lo gamau mesen sendiri kaya nenek-nenek”
“Baik banget sih lo. Terima kasih, orang-aring”
Johnny mungkin tidak sebaik kelihatannya, karena
mukanya yang sangat garang dan tubuh tinggi tegap, membuat orang yang tidak
mengenalnya mungkin akan berpikir profesi dia adalah tukang jegal. Orang juga
tidak akan berpikir Johnny mempunyai kucing bernama Jahe dan selalu berbicara
sendiri pada kucingnya itu. Aku sangat bersyukur mempunyai teman seperti dia.
Mungkin jika sampai umur 30 nanti aku belum menikah, aku akan mengajaknya
menikah.
Written by Florensia Evelyn
0 Response to "Johnny dan Johnny"
Posting Komentar